Senin, 04 Maret 2013

MENSOS MEMBUKA SECARA RESMI DIKLAT MANAJEMEN KESERASIAN SOSIAL BAGI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM) SEKOTA PALU DAN DAN DIALOG PENGUATAN KEARIFAN LOKAL



Keserasian sosial telah tumbuh dan berkembang di Indonesia, menjadi  budaya dan jati diri bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada masa lalu, keserasian sosial menjadi alat pemersatu dan penyelaras keragaman dalam membentuk NKRI. Pada saat ini dan masa mendatang, keserasian sosial menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa, sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia di tengah pergaulan global. Namun demikian, disadari bahwa keserasian sosial tidak bersifat statis, melainkan dinamis sehingga harus dipelihara dan dijaga agar tumbuh terpelihara dan terwariskan pada generasi penerus bangsa.  Bila konflik sosial dapat dikendalikan, maka keamanan akan meningkat. Keamanan meningkat akan memberikan kewaspadaan nasional yang tinggi pula yang otomatis akan membentuk ketahanan nasional. Disinilah, generasi muda sangat diharapkan mampu berperan aktif dalam mewujudkan ketahanan sosial masyarakat. Untuk mempersiapkan generasi muda sebagai pelopor pembangunan kesejahteraan sosial yang mampu menciptakan keserasian sosial dan ketahanan sosial masyarakat. Maka diperlukan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengetahuan tentang manajemen keserasian sosial yang ditujukan bagi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dalam rangka mewujudkan kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang salah satunya adalah keserasian sosial dan ketahanan sosial masyarakat. Kegiatan ini merupakan satu pola terpadu dalam penguatan keserasian sosial dengan menggambungkan dua event yakni (1) kegiatan diklat yang di inisiasi Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional V Sulawesi di Makassar dan (2) Kegiatan dialog Sosial yang diinisiasi Direktorat Bantuan Sosial Korban Bencana Sosial (BSKBS).

Dengan Adanya Kegiatan diklat dan dialog ini diharapkan terdapat lima point yang harus diperoleh


1. Kita mendapatkan alumni diklat, pemuda/mahasiswa pejuang yang mampu menjadi agen penguat keserasian sosial di dunia kampus, dan kelak diimpelementasikan di masyarakat sesuai dengan ilmu dan bidang pengabdiannya.
2.  Kita mampu melahirkan dialog sosial yang melibatkan berbagai unsur dan lapisan sosial. Dengan demikian dari Sulawesi Tengah ini kita mampu melahirkan sumber daya manusia serta berbagai metode resolusi konflik yang tumbuh secara “botoom up” hasil dialog dari bawah sesuai aspirasi masyarakat
3.   Kita tidak ingin penanganan bencana sosial hanya selesai di atas kertas atau hanya di puncak gunung, tetapi akar persoalannya tidak tersentuh. Untuk itu unsur akademisi para pakar dilibatkan dalam kegiatan ini sehingga formula penanganan lebih sistematis, akuntabel memberikan sumbangsih solusi komprehensif dalam pencegahan dan penanganan bencana sosial. Tentunya para pakar memiliki kemampuan mendeteksi akar permasalahan sehingga penanganan bencana sosial dapat tuntas dan tidak terulang kembali.
4.   Lebih dari itu, kita harus kembalikan ke hakekat dasar bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan fokus utama dalam pencegahan dan penanganan bencana sosial. Saya menyambut baik beberapa daerah yang menerapkan kebijakan penguatan budi pekerti dan pengajaran agama di keluarga. Terlebih bagi wilayah Sulawesi Tengah yang religius tentunya sangat cocok sebagai pelopor penguatan keserasian sosial di masyarakat.
5.   Perlunya penataan dan penguatan Early Warning System (sistim peringatan dini). Hal ini sesuai dengan sifat kebencanaan (alam maupun sosial) yang sulit diprediksi. Perlu mengenal potensi konflik, memetakan konteks persoalan yang bisa memicu konflik serta tentunya memperkuat jaringan koordinasi, koolaborasi dan penguatan jejaring kerja antar sektor dalam rangka kegiatan pencegahan, penanganan dan kegiatan pasca konflik. Pencegahan secara dini dapat dilakukan dengan menempatkan potensi sumber sosial di tingkat akar rumput (PSM, TKSK, KT, tokoh masyarakat, agama ) sebagai agen pencerahan dan pencegahan konflik sosial. Untuk membangun sistem peringatan dini, diperlukan juga tenaga-tenaga Fungsional Pekerja Sosial spesialis manajemen bencana


Sasaran
1.       Diklat : Para mahasiswa generasi muda yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se Sulawesi Tengah
2.       Dialog : antar masyarakat dari berbagai unsur dan lapisan di Sulawesi Tengah.

Waktu dan Tempat
Diklat dan Dialog ini diselenggarakan dari tanggal 19 s/d 22 Februari 2013 bertempat di hotel Graha Mulia Jl. Tanjung Satu No. 70 Kota Palu Sulawesi Tengah.


Peserta
Peserta Diklat berjumlah 90 orang berasal dari perguruan tinggi di kota Palu
No.
Asal Peserta
Jumlah
1
UNIVERSITAS TADULAKO
 15 Orang
2
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
 15 Orang
3.
UNIVERSITAS AL HAERAT
 45 Orang
4.
STAIN
 15 Orang

JUMLAH
90 Orang

Sedangkan Dialog diikuti peserta dari unsur masyarakat dari berbagai lapisan secara invidu maupun kelembagaan dari kota Palu dan sekitarnya Fasilitator /tenaga pengajar untuk diklat antara lain dari :
1.       Kementerian Sosial Republik  Indonesia
2.       Polda Sulawesi Tengah
3.       Universitas Al-Khairaat Palu.
4.       Pusat Studi Konflik Sosial Kota Palu Sulawesi Tengah
Adapun kegiatan Dialog difasilitasi oleh nara sumber dari  :
1.       Kementerian Sosial RI
2.       Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah













Dipostkan : Pniel S Halawa