Keserasian sosial telah tumbuh dan berkembang di Indonesia, menjadi budaya dan jati diri bangsa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada masa lalu, keserasian sosial
menjadi alat pemersatu dan penyelaras keragaman dalam membentuk NKRI. Pada saat
ini dan masa mendatang, keserasian sosial menjadi modal dasar dalam pembangunan
bangsa, sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia di tengah pergaulan
global. Namun demikian, disadari bahwa keserasian sosial tidak bersifat statis,
melainkan dinamis sehingga harus dipelihara dan dijaga agar tumbuh terpelihara
dan terwariskan pada generasi penerus bangsa. Bila konflik sosial dapat
dikendalikan, maka keamanan akan meningkat. Keamanan meningkat akan memberikan
kewaspadaan nasional yang tinggi pula yang otomatis akan membentuk ketahanan
nasional. Disinilah, generasi muda sangat diharapkan mampu berperan aktif dalam
mewujudkan ketahanan sosial masyarakat. Untuk mempersiapkan generasi muda
sebagai pelopor pembangunan kesejahteraan sosial yang mampu menciptakan
keserasian sosial dan ketahanan sosial masyarakat. Maka diperlukan
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengetahuan tentang manajemen
keserasian sosial yang ditujukan bagi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dalam
rangka mewujudkan kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang salah satunya
adalah keserasian sosial dan ketahanan sosial masyarakat. Kegiatan ini
merupakan satu pola terpadu dalam penguatan keserasian sosial dengan
menggambungkan dua event yakni (1) kegiatan diklat yang di inisiasi Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional V Sulawesi di
Makassar dan (2) Kegiatan dialog Sosial yang diinisiasi Direktorat Bantuan
Sosial Korban Bencana Sosial (BSKBS).
Dengan Adanya Kegiatan diklat dan dialog ini diharapkan terdapat lima point yang harus diperoleh
1. Kita
mendapatkan alumni diklat, pemuda/mahasiswa pejuang yang mampu menjadi agen
penguat keserasian sosial di dunia kampus, dan kelak diimpelementasikan di
masyarakat sesuai dengan ilmu dan bidang pengabdiannya.
2. Kita mampu
melahirkan dialog sosial yang melibatkan berbagai unsur dan lapisan sosial.
Dengan demikian dari Sulawesi Tengah ini kita mampu melahirkan sumber daya
manusia serta berbagai metode resolusi konflik yang tumbuh secara “botoom up”
hasil dialog dari bawah sesuai aspirasi masyarakat
3. Kita tidak
ingin penanganan bencana sosial hanya selesai di atas kertas atau hanya di
puncak gunung, tetapi akar persoalannya tidak tersentuh. Untuk itu unsur
akademisi para pakar dilibatkan dalam kegiatan ini sehingga formula penanganan
lebih sistematis, akuntabel memberikan sumbangsih solusi komprehensif dalam
pencegahan dan penanganan bencana sosial. Tentunya para pakar memiliki
kemampuan mendeteksi akar permasalahan sehingga penanganan bencana sosial dapat
tuntas dan tidak terulang kembali.
4. Lebih dari
itu, kita harus kembalikan ke hakekat dasar bahwa pendidikan dalam keluarga
merupakan fokus utama dalam pencegahan dan penanganan bencana sosial. Saya
menyambut baik beberapa daerah yang menerapkan kebijakan penguatan budi pekerti
dan pengajaran agama di keluarga. Terlebih bagi wilayah Sulawesi Tengah yang
religius tentunya sangat cocok sebagai pelopor penguatan keserasian sosial di
masyarakat.
5. Perlunya
penataan dan penguatan Early Warning System (sistim peringatan dini). Hal ini
sesuai dengan sifat kebencanaan (alam maupun sosial) yang sulit diprediksi.
Perlu mengenal potensi konflik, memetakan konteks persoalan yang bisa memicu
konflik serta tentunya memperkuat jaringan koordinasi, koolaborasi dan
penguatan jejaring kerja antar sektor dalam rangka kegiatan pencegahan,
penanganan dan kegiatan pasca konflik. Pencegahan secara dini dapat dilakukan
dengan menempatkan potensi sumber sosial di tingkat akar rumput (PSM, TKSK, KT,
tokoh masyarakat, agama ) sebagai agen pencerahan dan pencegahan konflik
sosial. Untuk membangun sistem peringatan dini, diperlukan juga tenaga-tenaga
Fungsional Pekerja Sosial spesialis manajemen bencana
Sasaran
1.
Diklat :
Para mahasiswa generasi muda yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se
Sulawesi Tengah
2.
Dialog :
antar masyarakat dari berbagai unsur dan lapisan di Sulawesi Tengah.
Waktu
dan Tempat
Diklat dan Dialog ini diselenggarakan dari tanggal
19 s/d 22 Februari 2013 bertempat di hotel Graha Mulia Jl. Tanjung Satu No. 70
Kota Palu Sulawesi Tengah.
Peserta
Peserta Diklat berjumlah 90 orang berasal dari perguruan tinggi di kota
Palu
No.
|
Asal Peserta
|
Jumlah
|
1
|
UNIVERSITAS TADULAKO
|
15 Orang
|
2
|
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
|
15 Orang
|
3.
|
UNIVERSITAS AL HAERAT
|
45 Orang
|
4.
|
STAIN
|
15 Orang
|
JUMLAH
|
90 Orang
|
Sedangkan Dialog diikuti peserta dari unsur masyarakat dari berbagai lapisan secara invidu maupun kelembagaan dari kota Palu dan sekitarnya Fasilitator /tenaga pengajar untuk diklat antara lain dari :
1.
Kementerian Sosial Republik Indonesia
2.
Polda Sulawesi Tengah
3.
Universitas Al-Khairaat Palu.
4.
Pusat Studi Konflik
Sosial Kota Palu Sulawesi Tengah
Adapun kegiatan Dialog difasilitasi oleh nara
sumber dari :
1.
Kementerian
Sosial RI
2.
Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah
Dipostkan : Pniel S Halawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar